Friday, February 25, 2011

NASEHAT NENEK


“Uh…. Sebel, Sebel, Sebeeel!!!”
Aku membuang bantalku yang berbentuk hati warna pink sambil menggerutu. Aku lagi sebel banget sama nenekku. Beliau cerewet abis. Sering aku mengeluh, kenapa aku harus lahir sebagai cucu dari nenek yang secerewet itu.
Ayah dan ibu lagi berangkat ke luar negeri, makanya aku tinggal sementara di rumah nenek. Padahal aku kan sudah gede, bisa tinggal sendiri. Tapi ibuku yang mungkin sudah tertular “virus” cerewetnya nenek yang memaksaku tinggal di sana.
Sebenarnya aku mengerti, nenek begitu karena dia sayang sama aku. Aku pun sebenarnya sudah terbiasa dengan kecerewetannya. Tapi kali ini aku nggak bisa terima!
Tadi sore, Jeffry, cowok paling terpopuler di sekolahku ngajakin aku dugem malam ini. Siapa coba yang nggak senang di ajak jalan sama cowok sekeren itu?! Dari dulu aku pengen banget berteman, atau bahkan hanya sekedar ngobrol sama dia. Tapi saat kesempatan itu tiba…
“Nggak boleh! Anak cewek nggak boleh jalan malam-malam.” Tolak nenekku ketika aku meminta izin darinya untuk pergi bersama Jeffry.
“Ayolah, Nek! Kesempatan ini Cuma datang sekali seumur hidup. Yuni jamin, deh, nggak bakalan pulang larut malam.” Pintaku dengan amat sangat memelas.
“Pokoknya nggak boleh! Kalo di sana kamu di apa-apain cowok gimana?”
“Mereka semua temanku. Semuanya baik dan nggak ada yang kurang ajar, kok!”
“Kita kan nggak tau dalamnya hati orang itu kayak gimana. Siapa tau di luarnya meraka pura-pura baik, terus minuman kamu di kasih obat, lalu… Aih, nenek nggak tega memikirkannya.”
“Idih, Nenek pikirannya ngeres, deh! Mereka nggak mungkin berbuat sejahat itu. Plis, Nek, sekali ini aja. Plizzzz….”
“Memangnya pestanya nggak akan mulai tanpa kehadiranmu?”
“Nenek nggak ngerti pergaulan sekarang. Kalo Yuni nggak ikut, ntar Yuni di cap sebagai cewek yang nggak gaul! Trus, ntar Yuni dijauhin sama teman-teman. Nenek mau cucu kesayangan nenek ini nggak punya teman?”
“Kalo gitu berarti teman-temanmu itu bukan orang yang baik, hanya melihat orang dari sisi luarnya saja. Lagipula gaul kan tidak harus … apa tadi itu? Bogem?”
“Dugem, Nek!”
Aku terkikik ketika menjawabnya. Masa dugem dibilang bogem?
“Yah, apa saja lah! Yun, ayah dan ibumu itu nitipin kamu ke nenek supaya nenek bisa ngawasin kamu biar kamu nggak macem-macem. Dan nenek harus bertanggung jawab kalo terjadi sesuatu sama kamu.”
Semua alasan telah aku keluarkan, tapi tak satu pun yang dapat menggoyahkan hati nenekku. Ya sudah, aku diam, masuk kamar dan ngambek nggak karuan
***
Semalaman aku nggak bisa tidur Karena memikirkan ajakan Jeffry yang ku tolak dengan sangat terpaksa. Aku rasa ia nggak mungkin akan mengajakku lagi, walaupun saat di telepon tadi malam ia janji akan mengajakku lain kali.
Aku pergi ke sekolah tanpa pamit. Biasanya cium tangan dulu, tapi berhubung aku  lagi ngambek, jadi ku cuekin aja nenek yang lagi asik makan roti bakar dengan lahapnya.
 “Yuni…” panggil Ela, sahabatku, saat melihatku tiba di kelas.
“Hai, La!” Sapaku sambil melemparkan tas di meja dan duduk di sampingnya
“Hei, what’s wrong? Kok pagi-pagi udah kusut gini mukanya? Nggak digosok, ya?”
“Ah, udah, deh, gue lagi bete, nih!”
“Kenapa? Cerita dong! Siapa tau dengan bercerita, bete-mu bisa hilang.”
“Lo tau kan nenek gue? Kemaren itu gue diajak dugem sama Jeffry, tapi gara-gara si nenek cerewet itu, gue jadi kehilangan kesempatan yang amat berharga ini!”
“Jadi maksudnya lo nggak ikutan dugem? Wah, syukur, deh!”
“Lo kok gitu, sih? Temen lagi susah malah di syukuri?”
“Eh, jangan ngambek dulu. Jadi lo belum dengar hot issue hari ini? Jeffry dan kawan-kawan semalam di tangkap basah sama polisi karena pesta nyabu. Mereka juga akan dikeluarkan dari sekolah.”
“APA?! Jangan bercanda, deh, nggak lucu! Kalo iri, bilang dong! Jangan nyebarin isu yang nggak bener!”
“Yah, nih anak dibilangin nggak percaya! Emang tampang gue keliatan lagi bercanda? Lagian gue kan nggak pernah bohong sama lo? Dan ngapain juga iri, gue kan udah punya pacar yang jauh lebih baik daripada dia. Lo sih, terlalu terpesona sama tampangnya doang. Padahal lo nggak tau dalamnya gimana.”
Aku terdiam. Dalam hati aku bersyukur karena aku nggak ikut pesta itu. Kalo aku ikut, pasti aku juga sudah mendekam dalam penjara. Semua ini berkat nasehat nenek. Aku nyesel sudah marah sama nenek.
Sepulang sekolah aku langsung sujud minta maaf di bawah kaki nenek. Nenek yang saat itu sedang bersantai di kursi goyang sambil menikmati kuaci, bingung melihat tingkahku.
“Nenek, maafkan Yuni! Yuni udah ngambek seharian sama nenek, padahal nasehat nenek berharga sekali. Rupanya semalam mereka pesta narkoba. Seandainya nenek nggak melarang, pasti aku sudah ditangkap polisi. Maaf, ya, Nek.”
Nenek tersenyum dan membelai rambutku.
“Nenek mengerti, anak seusiamu memang ingin senang-senang. Tapi semuanya itu ada batasnya. Jangan menangis lagi, sayang, nenek sudah memaafkanmu.”
Ternyata punya nenek yang cerewet asyik juga!

THE END
By : DIAN MEILYANI

No comments:

Post a Comment